Rabu, 02 November 2011

Aku tak tahu mau jadi apa?

GS. Bocah laki-laki itu bernama Aan. Ketika ditanya berapa usianya dia menjawab 12 tahun. Di tengah hujan dengan memakai topi berwarna biru dan menggendong karung di pundaknya, ia mengorek got-got yang digenangi air yang berada di fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya untuk sekedar menemukan dua atau tiga buah botol plastik.
Ya, Aan adalah satu dari beberapa pemulung yang mengais rezekinya di Universitas Sriwijaya demi menyambung hidup. Jam kerja Aan yaitu dari pukul 11.00 hingga pukul 4 sore. Aan tinggal tak jauh dari Unsri, yaitu di gang Buntu tempat di mana para mahasiswa juga biasa ngecost di sana. Namun, Aan tidak tinggal bersama kedua orangtuanya. Ia justru tinggal dengan kedua neneknya dan bekerja mandiri sebagai pemulung untuk membantu meringankan beban neneknya. Selain memulung, di rumahnya Aan juga biasa membantu neneknya dengan mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan mencari botol bekas, Aan biasa diberi uang oleh neneknya sebesar lima ribu rupiah untuk dua hari sebagai uang jajan.
Bocah putus sekolah ini adalah seorang anak rantauan dari pulau Bangka. Aan adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Dan hanya adiknya yang berumur 9 tahun yang bersekolah, karena kakaknya ternyata juga putus sekolah. Ia besar dan bersekolah di sana bersama bibinya. Sedangkan ibunya tinggal di kota Bandar Lampung dan tidak bekerja apa-apa. Lain ibunya lain pula ayahnya. Ayah Aan kini ada di Jambi bekerja sebagai kuli bangunan bersama kakak pertamanya yang bernama Dian yang juga kuli bangunan.
Ketika ditanya “Aan kelas berapa?”, Aan hanya bisa menggeleng dan berkata bahwa ia sudah tidak sekolah lagi. Ia berhenti sekolah di tahun ini karena menurut pengakuannya ia malas untuk bersekolah. Ia lebih suka bekerja dan mencari uang di bandingkan duduk manis di bangku sekolah sambil menuntut ilmu bersama teman-teman. Karena Aan tidak bersekolah, maka ketika ditanya ia ingin jadi apa? Lagi-lgi ia hanya bisa menggelengkan kepala dan bingung untuk menjawab pertanyaan. Ia sadar bahwa kemalasannya dalam menuntut ilmu berujung pada pupusnya harapan Aan untuk meraih sebuah cita-cita. Aan sadar betul, bahwa dengan keadaannya sekarang sebagai seorang pemulung ia tidak bisa berharap banyak untuk masa depannya.
Namun, ketika pertanyaan kepada Aan dilontarkan kembali dengan menambahkan kata “seandainya masih sekolah”, ia menjawab pelan sambil tersenyum malu dan menunduk. Aan mempunyai sebuah cita-cita yang mulia layaknya anak-anak berumur 12 tahun yaitu menjadi seorang Polisi.
Aan memang bukan dari keluarga yang kaya dan mungkin tergolong ke dalam keluarga kurang beruntung. Namun, jika ia mau berusaha untuk mendapatkan sesuatu pastilah ia bisa menemukan jalan keluar untuk terus memperjuangkan sekolahnya dan meraih cita-citanya menjadi seorang Polisi dan bukan hanya mengorek got-got di tengah hujan sebagai seorang pemulung.(via)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentar anda